Orang yang sudah mengenal DIRI SEJATI. Tidak akan disibukkan dengan bergosip ria mengenai dunia gaib atau hal-hal yang kurang bermanfaat, hanya sekedar untuk buang-buang masa..
Karena dia sadar dan menyadari bahwa hidup di dunia ini cuman satu kali.
Maka hidup ini akan dia manfaatkan sebaik-baiknya untuk mempersembahkan buah Karya terbaiknya yang dapat menyumbang manfaat yang besar bagi umat manusia..
Sir, Budi, Roso, Cipto, Karso, Karyo..
Intuisi, Intelektualitas, Daya Vibrasi, Daya Cipta, dan Daya Kehendak, semuanya dikerahkan dalam karya. Sebagai wujud baktinya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa....
Urip, Nguripi, lan urip-urip..
Hidup, menghidupi, dan menghidupkan.
Begitulah yang namanya Manusia Sejati. Walau hidup hanya sekali, namun penuh makna.
Dan apapun Yang sudah terjadi, semua dia sikapi dengan penuh keikhlasan hati, ridlo, dan tidak akan pernah dia sesali sampai akhir hayatnya...
Urip Sampurno, tumekaning pati...
Hidup Bahagia, sampai Akhir Hayat.
LEVEL KESADARAN & KASUNYATAN.
Walau kenyataan yang dilihat, didengar, dirasa, dan yang dialami sama.
Tetapi jika level kesadaran sang Subjek yang mengamati Kasunyataan itu berada di level yang berbeda.
Maka akan berbeda pula persepsinya, dan juga akan berbeda pula rantai sebab akibat dalam kejadian yang akan terjadi dalam realitas kenyataan yang kemudian (Azaz Sinkronitas).
Misalnya, ada pria (gelandangan) berpakaian lusuh, rambutnya acak-acakan, bersandar di dinding gedung bertingkat:
Maka... Jika anda memandang kenyataan itu dari Level Kesadaran ... :
Skala Level 20, Rasa Malu,
Maka mungkin anda akan melihat gelandangan ini terlihat kotor, menjijikkan dan memalukan.
Level 30 (rasa bersalah)
Maka mungkin anda akan menyalahkan atas keadaan yang dialaminya. Ia pantas mendapatkan apa yang ia upayakan; gelandangan ini mungkin hanyalah pemalas yang berpura-pura miskin.
Level 50 (putus harapan)
keadaan malangnya ini akan terlihat sebagai keputusasaan, mengutuk bukti bahwa masyarakat tidak dapat melakukan apapun mengatasi ketunawismaan.
Level 75 (kesedihan)
pria tua itu terlihat tragis, tak memiliki teman dan terlantar.
Level kesadaran 100 (ketakutan)
kita mungkin akan melihat gelandangan itu seperti mengancam, ancaman bagi masyarakat. Mungkin kita harus memanggil polisi sebelum ia melakukan kejahatan.
Level 125 (hasrat)
ia mungkin mewakili sebuah masalah yang membuat frustasi — mengapa tidak ada orang yang melakukan sesuatu untuk menolongnya?
Level 150 (amarah)
gelandangan tua itu mungkin terlihat seperti seseorang yang bisa saja melakukan kekerasan, atau, di sisi lain, seseorang bisa saja menjadi sangat marah ketika kondisi semacam itu terjadi.
Level 175 (kebanggan)
pria tua itu dapat terlihat sebagai sebuah keadaan yang memalukan atau sebagai kurangnya rasa hormat terhadap diri untuk memperbaiki dirinya.
Level 200 (keberanian)
kita mungkin akan termotivasi untuk bertanya apakah di sana tersedia penampungan untuk para tunawisma; yang ia butuhkan hanyalah sebuah pekerjaan dan tempat untuk hidup.
Level 250 (netralitas)
tunawisma itu nampak baik-baik saja, mungkin malah terlihat menarik, “Hidup dan biarkan hidup,” seperti yang dikatakan istilah; lagi pula, dia tidak sedang menyakiti siapapun.
Level 310 (kerelaan)
kita mungkin akan memutuskan untuk turun dan melihat apa yang kita bisa lakukan untuk menyenangkan teman kita yang sedang berdiri di pojok ini, atau menyumbangkan sekian waktu untuk menjadi sukarelawan pada pekerjaan sosial setempat.
Level 350 (penerimaan)
pria yang sedang berdiri di pojok jalan tersebut nampak menggelitik. Ia mungkin memiliki cerita yang menarik untuk dibagikan; dia ada di tempatnya sekarang untuk alasan yang mungkin tidak akan dapat kita mengerti.
Level 400 (alasan)
pria tersebut adalah gejala dari penyakit ekonomi dan sosial masa kini, atau mungkin sebuah subyek yang baik untuk studi psikologis yang mendalam.
Level yang lebih tingggi,
pria tua tunawisma itu mulai terlihat tidak hanya menarik, namun juga ramah, dan mudah untuk dikasihi. Mungkin kita lalu akan mampu melihat bahwa ia sebenarnyalah orang yang telah melenyapkan batasan sosialnya dan menjadi bebas.
Dan seterusnya...
Semakin tinggi level kesadaran kita, maka persepsi kita akan semakin berubah dalam memandang kenyataan hidup ini.
Dan sebagai akibatnya, ketika persepsi berubah, maka sikap, perilaku, dan tindakan kita juga akan berubah.
Dan sebagai hasil akhirnya, Kualitas Hidup kita juga akan berubah secara Exponential dan ajaib...
*
VISI HIDUP & JATI DIRI.
Alkisah, Ada tiga tukang batu yang sedang memasang batu tembok sebuah Masjid dan Sarana Pendidikan yang sedang dalam proses pembangunan, Kepada mereka diajukan pertanyaan yang sama : "Apa yang sedang Anda lakukan ?"
Tukang batu yang pertama menjawab, “Saya sedang meletakkan batu-batu”.
Tukang batu yang kedua menjawab, “Saya sedang bekerja mencari duit.”
Tukang batu ketiga menjawab, “Saya sedang membangun sebuah tempat yang bersejarah, Suatu saat nanti orang-orang akan datang berbondong-bondong belajar dan beribadah di tempat yang mulia ini, dan diantara mereka, akan muncul manusia-manusia masa depan yang mampu membimbing dan mencerahkan ummat manusia.”
*
MAKNA :
Tukang batu pertama memberi jawaban yang REALISTIS. Memang betul, ia sedang meletakkan batu-batu, Itulah rutinitas pekerjaannya, Jawaban ini menggambarkan perasaannya yang lelah dan bosan.
Tukang batu kedua memberi jawaban yang PRAGMATIS. Tiap orang perlu makan agar dapat SURVIVE dalam kehidupan ini, Sebab itu, dia perlu bekerja mencari uang agar dapat memenuhi kebutuhannya.
Tukang batu ketiga memberi jawaban yang VISIONER. Jawabannya terdengar seperti membual, namun mengandung visi yang jauh ke depan. Ia menyadari bahwa ia hanya tukang batu, namun ia memandang pekerjaannya bukan hanya sekadar meletakkan batu dan bukan pula sekadar mencari uang. Ia melihat dirinya sebagai bagian dari suatu pekerjaan besar yang akan melintasi sekian banyak Generasi.
*
JATI DIRI :
Dari jawaban Tukang Batu Pertama terlihat jelas, bahwa dia memandang Jati Dirinya sendiri tidak lebih dari sebuah mesin. Yang bekerja secara tekhnis sesuai dengan program yang sudah diberikan padanya.
Sedangkan Tukang Batu Kedua, jika dilihat dari jawabannya. Maka dia memandang dirinya tidak lebih mulya dari hewan. Hidup hanya sekedar untuk berkembang biak, bersenang-senang, dan mempertahankan hidup.
Sedangkan Jawaban Tukang Batu Ketiga, menunjukkan bahwa dia sudah menemukan jati dirinya sebagai MANUSIA yang sadar akan PERAN dan TUGAS nya dalam kehidupan ini. Dan sadar akan VISI HIDUP yang menjadi pedoman hidup yang akan menuntun ke mana arah hidupnya yang sesungguhnya.
*
Yang dikerjakan sama, di tempat yang sama, dalam waktu yang juga sama. tapi level kesadaran orang yang mengerjakannya bisa berbeda.
Itulah Perbedaan yang membedakan antara orang yang sudah menemukan jati dirinya dan yang belum.
Dan perbedaan level kesadaran inilah yang nantinya akan menentukan Kemulyaan dan kualitas hidup dari orangnya masing-masing di masa yang akan datang.
Dia yang sudah menemukan Jati Diri nya, akan senantiasa berada dalam level kesadaran yang tinggi (The Wisdom). Dia Sadar akan PERAN, TUGAS, & VISI HIDUP yang dia miliki,
Hidupnya penuh dengan Inspirasi serta Vitalitas yang seolah-olah bersifat Unlimited. Bertindak serta berkarya untuk sebuah tujuan yang Mulya, baik bagi dirinya sendiri ataupun bagi umat manusia. Dan Keajaiban serta berkah ilahi senantiasa hadir dan mengalir dalam hidup dan kehidupannya.
Baca Juga :
Manajemen Emosi & Vibration Game
Manajemen Emosi & Vibration Game
KASUNYATAN DIRI SEJATI
Ada Empat Tingkat Kenyataan Pengalaman yang kita alami dalam hidup ini, yaitu :
1. Kenyataan Pengalaman Indrawi (Berbasis Panca Indra)
2. Kenyataan Pengalaman Pikiran (Intelektualitas)
3. Kenyataan Pengalaman Emosi (Perasaan)
4. Kenyataan Pengalaman Diri Sejati / Jati Diri (Self)
Pure Consciousness (Kesadaran Murni) adalah level kesadaran tertinggi di Tabel Kesadaran dari DR. DAVID R. Hawkins. Semakin tinggi level Kesadaran Seseorang, Semakin Tinggi pula Kualitas Kehidupannya..
Dan semua orang dapat mencapainya dengan mudah, jika sudah tahu caranya...
Level Enlightement, Suwung, Pure Consciousness, & Kesadaran Diri Sejati ini seringkali disangka sebagai level yang sakral, seperti orang menerima wahyu. Level Makrifat. Sulit dicapai, dll. Padahal itu bukanlah sebuah pencapaian. tetapi sebuah KASUNYATAN / KENYATAAN yang normal bagi manusia yang Normal. Cukup lakukan Tekhnik Tertentu, dan Level kesadaranpun bergeser ke Level ini.
Justru orang yang tidak mengalami kenyataan ini, adalah Manusia yang belum Normal alias sedang Sakit.
Level Enlightement, Pure Consciousness, Kesadaran Diri Sejati (Level 700 - 1.000) itu bukan sebuah pencapaian. Itu adalah kenyataan. Subyek harus memiliki kesadaran ontologis (Kemampuan untuk mengidentifikasi dan membedakan) pada dualitas dan non-dualitas. Sehingga dengan kesadaran ontologis ini, subyek bisa mengidentifikasi kejiwaannya sendiri. Dengan demikian subyek bisa bergeser kapan pun subyek mau untuk menuju pada Level Kesadaran Murni (Pure Consciousness).
Subyek Dalam Kausalitas Non-Linear (Pure Conscioisness) memiliki DAYA HIMPUN yang menampung :
1. Pure Creation
2. Pure Intention
3. Pure Movement
Ini adalah Level Kasunyatan atau Kenyataan pengalaman tentang diri sendiri. dan Bukan tentang level kenyataan pada Tuhan.
Pada Level ini, Subyek mengalami kenyataan bisa mengamati dirinya sendiri.
Bisa mengamati dirinya saat nulis.
Bisa ngamati diri sendiri saat ngunyah makanan.
Bisa ngamati dirinya saat doa.
Bisa ngamati egonya sendiri.
Bahkan bagi yang sudah biasa berlatih mengenal energi kesadaran. Kesadarannya dapat berpindah kepada Objek tertentu dan menjadi satu dengan objek, serta mengamati kehidupan dari sudut pandang objek,
Aku bisa mengamati diriku dan kehidupanku dari dalam diriku. Dan Aku juga bisa mengamati diriku dan alam semesta ini darimana saja.
Kita menjadi saksi atas tanda-tanda kebesaran Tuhan yang ada pada diri sendiri dan kehidupan kita.
Hal inilah yang sering disikapi dengan salah, seolah-olah dirinya sudah menjadi Tuhan (Kegilaan Yang model begini ini yang banyak mewabah di dunia sosmed) ..
Ki Ageng Suryo Mentaram mengalami pencerahan pada dirinya sendiri ketika beiau tenggelam di Kali Opak. Dan setelah mengalami peristiwa yang hampir merenggut nyawa itu, beliau kembali ke rumah dan menceritakan pada istrinya.
Pencerahan-pencerahan pada diri sendiri yang dialami oleh Ki Ageng Suryomentaram melahirkan "Ilmu Kawruh Jiwa"
Demikian kurang lebihnya ...
Nb. Referensi Tulisan dan Image, Aswar (https://www.facebook.com/aswar.bookstore)
Note :
Jika Anda ingin memperdalam pemahaman mengenai Power & Force, Suwung, Pure Consciousness, dll. Silahkan Beli Buku Power & Force dan gabung dengan Komunitas Mas Aswar Aswar, Tapi jika Anda ingin selain memahami topik ini juga dapat mempraktekkan aplikasi praktisnya, misalnya untuk Pesugihan (Keberlimpahan Rejeki, Money Magnet), Penglarisan, Pelet (Pengasihan), Gendam, Hipnotis, Penyembuhan, Healing, Awareness, Quantum-quantuman, reiki-reikian, meditasi-meditasian, spiritual-spiritualan, Mengenal Kembaran diri dll. Ya... silahkan Gabung pelatihan saya pada tanggal 17 & 18 Maret 2018 di Jakarta. Baca infonya di sini... https://goo.gl/N42oPW
Penak toh....? Wkwkwkwkwk...
Sekian dulu, semoga postingan ini bermanfaat untuk anda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar